Kita telah menyaksikan sektor crypto yang inovatif tumbuh pesat dan mengubah segalanya yang kita ketahui. Sekarang, kita semua berada di ambang kemunculan decentralized finance (DeFi) yang menjadi hal yang umum dengan aplikasinya yang terdesentralisasi dan didukung teknologi blockchain.
Dengan lonjakan total nilai terkunci (Total Value Locked/TVL) lebih $4 miliar di sektor DeFi, perkembangan ekosistem ini sangat menjanjikan di masa depan. Tentu saja, mata uang kripto sangat fluktuatif, tetapi ekosistem DeFi membuka peluang bagi masyarakat.
Apa hasilnya? Ada lebih banyak proyek DeFi diperkenalkan untuk menjaga dan mengubah produk keuangan konvensional yang berjalan pada protokol transparan tanpa perantara. Itulah persisnya bagaimana pertukaran terdesentralisasi (decentralized exchange/DEX), asuransi (insurance), pinjaman (lending), dan peminjaman (borrowing) telah melahirkan fenomena baru yang disebut yield farming.
Panduan berikut ini akan membantu Anda mengenal apa itu yield farming di ruang DeFi dan integrasinya dalam ekosistem cryptocurrency. Ini termasuk memahami mekanisme, aplikasi, keuntungan yang ditawarkan, dan risiko yang terkandung, serta berbagai tips yang bermanfaat.
Apa Itu Yield Farming?
Yield farming adalah praktik yang memungkinkan petani hasil (yield farmers) mendapatkan imbalan dengan meletakkan token ERC-20 dan stablecoin sebagai jaminan dalam pertukaran mendukung ekosistem DeFi.
Yield farming, juga dikenal sebagai liquidity mining, melibatkan menyetorkan dan meminjam kripto yang mendasari mekanisme penambangan untuk mendukung likuiditas pool demi imbalan yang menguntungkan.
Sementara yield farming relatif mirip dengan konsep staking crypto, ada kompleksitas yang lebih mendalam terkait mekanisme ini yang dibangun di atas blockchain Ethereum. Berbeda dengan staking, petani hasil biasanya memindahkan aset digital mereka dari satu pasar peminjaman ke pasar lainnya untuk mencari hasil tertinggi.
Secara umum, seorang yield farmers diharuskan mengunci dana mereka ke dalam protokol peminjaman seperti Compound atau MakerDAO untuk menyediakan likuiditas ke dalam pool dana, di mana peminjam dan pemberi pinjaman mendapatkan insentif selama proses tersebut.
Sebagai contoh, ketika seorang petani hasil menyimpan 1.000 USDT di Compound, petani tersebut akan menerima token cUSDT sebagai imbalan untuk setiap token USDT. Token-token ini kemudian dapat dimasukkan ke dalam likuiditas pool automated market maker (AMM) yang menerima cUSDT untuk memperoleh keuntungan dari biaya transaksi. Singkatnya, yield farmers mendapatkan insentif di Compound dan dalam likuiditas pool.
Sejarah Kemunculan Yield Farming
Munculnya protokol DeFi seperti Compound (COMP) dan Aave adalah yang membuat yield farming melesat pada musim panas awal tahun 2020. Tak lama setelah penerbitan token pengelolaan COMP dimulai, para peserta AMM berturut-turut dalam yield farming (seperti Balancer, Kyber Network, Tendies, dan SushiSwap) lebih memperkuat pertumbuhannya dan posisinya. Ini menjadikan yield farming salah satu tren paling populer di sektor DeFi crypto.
Meskipun mungkin ada berbagai faktor yang menyumbang pada popularitas yield farming, tetapi alasan utamanya adalah bahwa yield farming memberikan peluang unik untuk mendapatkan hasil dari pinjaman (lending(. Terlepas dari status Anda, seorang yield farmer dapat menemukan celah untuk meningkatkan hasil, sambil mendapatkan beberapa token pengelolaan sekaligus.
Proses dan Cara Kerja Yield Farming
Yield farming tidak pernah berdiri sendiri. Biasanya melibatkan partisipasi yang luas dari automated market makers (AMM) – penyedia likuiditas (liquidity providers/LP) yang secara berkala menambahkan dana ke likuiditas pool untuk menjaga ekosistem. Mengikuti konsep staking, LP mendapatkan imbalan dengan memfasilitasi transaksi pada jaringan blockchain.
Dengan demikian, penyedia likuiditas dan likuiditas pool memainkan peran yang sangat penting dalam menjaga tingkat likuiditas. Pada dasarnya, likuiditas cenderung menarik lebih banyak likuiditas.
Apakah Yield Farming Menguntungkan?
Setiap orang yang berinvestasi mengharapkan imbal hasil, dan yield farming tidak terkecuali. Seperti yang kita diskusikan sebelumnya, yield farmers mendapatkan imbalan dengan meminjamkan dana ke dalam likuiditas pool, tetapi ini juga memicu diskusi apakah yield farming menguntungkan atau tidak.
Secara umum, hasil yield farming dihitung tahunan. Ini berarti Anda dapat mengharapkan pengembalian rata-rata selama satu tahun. Namun, profitabilitas yield farming cukup kompleks karena bergantung pada modal yang Anda gunakan, strategi yang dipilih, dan tentu saja, risiko likuidasi dari jaminan Anda.
Apa Risiko dari Yield Farming?
Setiap investasi memiliki risiko, dan termasuk yield farming. Yield farming memang menguntungkan pada awalnya, tetapi profitabilitas yang berlanjut memerlukan perencanaan strategis yang ekstensif. Dalam banyak kasus, strategi yield farming paling menguntungkan melibatkan proses yang sangat kompleks. Ini juga membutuhkan modal yang cukup besar untuk menerapkan berbagai taktik investasi.
Apakah Yield Farming Aman?
Tidak bisa dikatakan bahwa yield farming sepenuhnya aman. Seperti halnya dalam segala hal, investasi membutuhkan waktu, usaha, dan penelitian yang mendalam. Seperti halnya dengan bisnis lainnya, ada bahaya bagi mereka yang gagal memahami ideologi di baliknya. Namun, semua ini dapat dicegah dengan membaca dan memahami syarat-syarat smart contract.
Cobalah untuk lebih sedikit mengandalkan pihak ketiga untuk menginterpretasikan kontrak, dan sebaliknya ketahui seluk-beluk kontrak sehingga Anda dapat mendeteksi potensi penipuan. Namun, perlu dicatat bahwa smart contract rentan terhadap bug sistem. Ini berarti jika sistem gagal, Anda berisiko kehilangan dana yang Anda taruhkan atau nilai token di dalam protokol.
Tips Sebelum Melakukan Yield Farming
1. Biaya Gas yang Tidak Konsisten
Karena yield farming dibangun di atas Ethereum, usaha perhitungan yang diperlukan untuk mengeksekusi transaksi atau eksekusi smart contract tidak dapat dihindari. Dan untuk melakukannya, Anda membutuhkan Ethereum Gas. Pada dasarnya, semakin rumit suatu protokol, semakin banyak gas yang dibutuhkan untuk mengeksekusi transaksi.
2. Risiko pada Debt Pool saat Staking
Debt pool mewakili total nilai token yang Anda danai di platform. Mengambil contoh Synthetix lagi, ketika Anda staking dengan mengeluarkan sUSD, Anda telah mengklaim sebagian dari utang tersebut.
Jadi, jika sebagian besar pemegang SNX memegang sETH sementara harga ETH melonjak, maka debt pool akan meningkat sebanding. Ini berarti Anda akan membutuhkan lebih banyak dana untuk membuka kunci SNX lagi.
Katakanlah Anda mengeluarkan 1.000 sUSD, dan total sirkulasi Synths mencapai $1 juta; rasio utang Anda berada pada 0,1%. Anda akan membutuhkan 1.000 sUSD untuk membuka kunci SNX Anda, sementara rasio pembukaan kunci menggandakan ketika harga Synths juga menggandakan.
3. APY yang Menyesatkan
Menghitung keuntungan jangka pendek Anda dengan APY (annual percentage yield) bisa menyesatkan dan membingungkan. Karena yield biasanya didasarkan pada pengembalian yang diharapkan (expected returns) selama satu tahun, persentase APY dalam jangka pendek tidak berkelanjutan. Melihat imbal hasil atau return dari farming yang hanya berlangsung beberapa hari dengan sistem penghargaan yang fluktuatif, perhitungan sebenarnya dari APR diragukan.
Menilik Masa Depan Yield Farming
Sejak pertama kali diperkenalkan, DeFi dan Yield Farming telah mengguncang internet dan dunia crypto. Dengan taksiran jutaan pengguna aktif di ekosistem ini, cukup menantang untuk melihat apa yang akan terjadi di masa depan.
Akankah ada aplikasi tersedentralisasi (decentralized app/DApp) baru yang lebih bernilai dan canggih untuk merevolusi yield farming dan DeFi secara umum? Hanya masa depan yang bisa memberi tahu. Biarlah ini menjadi misteri yang terbayang-bayang dalam ingatan.